Catatan 40 hari #KKN28 Tumpakdoro

Senin, 23 Juni 2014

On 19.12 by Unknown in    No comments
Ahad, 22 Juni 2014. Pagi hari ini secerah perasaan kami #KKN28, karena agenda utama hari ini hanya satu, Ekspedisi Air Terjun Parijotho. Sebuah Air Terjun yang masih perawan di balik lereng-lereng Gunung Wilis yang indah.
Seperti pagi biasanya, kami memasak sarapan pagi. Dan Nasi Goreng menjadi menu pagi ini, lalu sisanya kami bungkus pake daun pisang untuk bekal makan siang di air terjun. Setelah sarapan, semua cowok ikut kerja bakti membersihkan jalan bersama warga, sedangkan semua cewek membersihkan rumah.

Rencana Ekspedisi Air Terjun Parijotho hari ini sudah direncanakan jauh-jauh hari bersama beberapa posko di bawah, seperti 23, 24, 25, 26, dan 27, namun sampai pukul 08.00 mereka belum juga datang. Akhirnya setelah cowok-cowok #KKN28 pulang dari kerja bakti, kami beragkat lebih dulu. Kami mengabari ke kelompok bawah untuk mengikuti tali rafia merah yang kami pasang sebagai tanda di setiap persimpangan jalan. 

Kami berangkat ber-tiga belas, sepuluh orang #KKN28 (Tutut, Badri, Septi, Khoir, Nidya, Ira, Ubet, Deby, Devid, Izud) dan tiga orang anak-anak Tumpakdoro (Rika, Wita dan Rizal). Kami berangkat menyusuri jalan setapak yang biasa dilewati penduduk sekitar untuk pergi ke tegil mereka.  Matahari sudah naik cukup tinggi, namun udara tetap saja dingin. Semakin jauh dari peradaban semakin menawan pemandangan sekitar. 

Pemandangan menuju Parijotho

Kami semakin dibuat takjub dengan apapun yang kami temui. Sawah terasering dengan kemiringan ekstrim, hutan pinus yang dikerat untuk diambil getahnya, jurang yang curam, tebing yang terjal. Allahu Akbar!! Sungguh besar kekuasaan dan keindahan-Mu Yaa Allah. Hanya dengan tempat sekecil ini bertambahlah rasa syukur kami atas alam-Mu yang terbentang.

Ternyata jalan menuju sungai yang jernih tadi harus melewati bebatuan dengan air yang mengalir dengan kemiringan mencapai 90 derajat! Kami pun turun dengan gaya "climbing" dan memilih pijakan yang tepat agar tidak jatuh. Sesampainya di bawah terdapat batu besar bertuliskan "Welcome to Parijotho".
Kami pun langsung "ciblung" dalam air yang super jernih dan super dingin.

Batu Besar dengan Coreten "Welcome to Parijotho" berwarna Biru

Air Parijotho yang Jernih dan Dingin

"Mana sih air terjunnya?" salah satu teman nyeletuk begitu saja dan ternyata air terjunnya ada di balik tebing yang tak telihat dari tempat kami turun. Subhanallah!! Air terjun yang cukup deras mengalir indah dari ketinggian sekitar 50 meter. Kata Erika, ini masih Air Terjun tingkat satu dan masih ada 9 tingkat lagi!

Bias Matahri di Air Terjun Parijotho

"Kenapa dinamakan Parijotho?" penulis sempat bertanya kepada Rizal. Kisahnya, dahulu sekitar tahun 2011-2012 an, Pak Sarni, sang penemu air terjun berniat menyusuri sungai untuk mencari kayu. Ternyata Pak Sarni malah bertemu dengan air terjun hingga sembilan tingkat. Di salah satu tingkatan air terjun, Pak Sarni menemukan "Pari Sak Jotho" atau sebatang padi, lantas air terjun ini dinamakan Parijotho.

Kami pun membuka bekal Nasi Goreng yang kami bungkus dengan daun pisang di pinggir sungai. disusul beberapa menit kemudian sampailah rombongan dari kelompok KKN Mojo lainnya. Setelah kurang lebih satu jam, pukul 11.00 kami #KKN28 memutuskan untuk kembali ke posko karena malamnya ada agenda diba'an dan jam 14.00 harus ke Bibi untuk ngajar TPA.

Perjalanan pun kami tempuh selama 2 jam, karena capeknya berjalan kaki dengan jalan yang menanjak sangat ekstrim. Jam 13.00 kami sampai di posko dengan satu kata "gemporrrr" !! Tapi begitulah hukum alam, untuk melihat keindahan harus bertemu dulu dengan kesusahan.
Jam 14.00 beberapa dari kami bersiap untuk mengajar TPA dan Bimbel di rumah. Maghrib pun tidak boleh absen untuk sholat berjamaah di Masjid, walaupun kaki sudah tak dapat dikompromi untuk tidak merasa pegal.

Ba'da Isya' kami bersiap untuk ikut Diba'an Remaja. Walaupun capeknya minta ampun kami semua tetap berangkat. Ada yang unik dalam konsep Diba'an Remaja di Tumpakdoro ini. Kalau biasanya diba'an hanya menyanyi saja dan ada aturan untuk kalimat yang dibaca, namun diba'an malam ini lebih mirip dengan rebana'an. Jadi setiap orang berhak memilih lagu seperti Alfu Salam, Yaa Imamar Rusli, Yaa Nabi Salam dan remaja putra yang menabuh rebananya.

Rasa capek dan kantuk pun seakan hilang karena irama yang membuat semangat hingga tak terasa jam 22.00 baru selesai. Kami berjalan pulang dan langsung istirahat karena sangat capeknya badan.
Terima kasih untuk hari ini Allah, Kau tunjukkan lagi kebesaran-Mu lewat alam-Mu di Parijotho.

0 komentar:

Posting Komentar