Catatan 40 hari #KKN28 Tumpakdoro

Minggu, 29 Juni 2014

On 20.43 by Unknown in    No comments

Satu hari menjelang ramadhan. Berbagai penyambutan selalu dilakukan semua umat muslim, tak terkecuali muslim di Tumpakdoro. #KKN28 hari ini pun ikut serta menyambut ramadhan bersama warga dengan segala istiadatnya.

Pagi hari kami melakukan bersih-bersih hingga masak pagi untuk terakhir kalinya sebelum ramadhan tiba. Sebenarnya hari ini kami mempunyai jadwal untuk Ekspedisi Pancuran Songo, sebuah tempat yang disana ada patung yang memancarkan air, namun karena mendadaknya rencana kami tidak jadi pergi kesana dan memilih untuk stay di rumah membantu Ibuk Sukarmi mempersiapkan Megengan nanti sore.

Ada yang unik dengan tradisi megengan disini. Dalam berkat megengannya ada satu ayam yang kalau di rumah kami diingkung, namun disini disuji atau dibakar. Jadi sebelum dimasak, ayam di belah jadi dua, ditusuk lalu dibakar diatas bara api. Kata Ibuknya, kalau masak ayam megengan namun tidak suji, sama seperti makan ayam yang tidak dimasak matang.

Ada tradisi unik pula tentang Sesajen di Tumpakdoro. Masyarakat pegunungan disini masih mempunyai hubungan sangat dekat dengan para leluhur sehingga sebelum ramadhan dan sebelum lebaran selalu membuat Sesajen. Seperti menyediakan makanan dan minuman kebanyak leluhur yang sudah meninggal.

Kalau di rumah Ibu Sukarmi ada 18 leluhur jadilah jumlah piring juga ada 18. Kopi pun diseduhkan sebanyak 18 gelas kopi. Ada beberapa leluhur yang meninggal saat masih kecil, jadi disiapkan piring tersendiri serta makanan yang mudah dijangkau oleh anak-anak.

Karena sesajennya ditaruh di meja. Dalam seperangkat sesajen, selain makanan dan minuman ada pula Tempat Kinang serta isinya seperti Daun Sirih, Tembakau, Pinang, Rokok dan bahan lain untuk "Nginang". Saat ditanya tentang maksud Sesajen ini, Pak Jito menjawab bahwa semua ini hanyalah dalam rangka menjalankan tradisi yang sudah turun temurun.

Dalam tradisi megengan ada satu jajanan khas yang tidak pernah ketinggalan pada serangkaian berkat dari megengan yakni kue apem yang sebenarnya membawa filosofi saling memaafkan satu sama lain karena kata dasar dari kue apem adalah berasal dari bahasa arab 'afhum' yang berarti memaafkan. Jadilah tradisi megengan seperti sebuah acara untuk menyambut bulan ramadhan serta ajang saling memaafkan antar sesama muslim. Selain itu juga untuk mengungkapkan rasa syukur atas rejeki yang diberikan oleh Allah dengan berbagi makanan satu sama lain.

Ba'da ashar, Pak Jito dan beberapa anak cowok #KKN28 ikut megengan yang dilaksanakan di rumah Pak RT. Karena besok puasa pertama jadilah malam ini dilaksanakan sholat tarawih di Masjid. Ibuk bilang sebelum isya' harus sudah berangkat karena kalau awal-awal puasa semua orang selalu tumplek blek untuk ikut tarawih. Dan ternyata benar, masjid sudah penuh dengan orang padahal adzan isya' belum dikumandangkan.

Sholat tarawih dilaksanakan sebanyak 23 rakaat dengan 3 rakaat witir.
Setelah tarawih sebenarnya ada jadwal tadarus di Masjid namun kami memilih untuk melanjutkan silaturahmi di rumah Pak Surani. Bisa dibilang Pak Surani adalah Juru Kunci Pegunungan Wilis yang juga sebagai penemu beberapa air terjun seperti Air Terjun Dholo, Irenggolo dan Parijotho.

Beliau cerita banyak mengenai sejarah dukuh Tumpakdoro (InsyaAllah akan kami ceritakan dalam Sejarah Tumpakdoro).  Pak Surani sangat menyambut kami bahkan kami diminta untuk makan malam di rumah beliau walaupun sebenarnya kami sudah kenyang makan berkat megengan tadi, namun sedikit-sedikit kami tetap makan untuk menghormati.

Sekitar pukul 09.00 malam kami pun berpamitan dan sesampainya di rumah kami melakukan evaluasi seperti setiap malamnya. Marhaban Yaa Ramadhan.
Kami disini siap untuk menyambutmu.

0 komentar:

Posting Komentar